Jumat, 06 Juli 2012

Survei Pesanan Etis dan Dibenarkan

Hasil survei bisa menggiring opini yang berpengaruh pada pemungutan suara.
Pada dasarnya, sebuah lembaga survei yang dibayar secara khusus oleh salah satu pasangan kandidat untuk merilis hasil survei yang terkait dengan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) DKI Jakarta adalah etis dan dibenarkan.

Yunarto Wijaya, pengamat politik dari Charta Politika, mengatakan bahwa survei apapun pasti dibayar oleh satu orang atau sekelompok orang yang memiliki kepentingan tertentu. Hal ini terkait dengan besarnya biaya penelitian sehingga membutuhkan modal yang tidak sedikit.

“Namun yang terpenting dari hasil survei pesanan adalah metodologi yang digunakan serta transparansi dari lembaga survei tersebut atas siapa yang membayar survei kepada publik,” ujar Yunarto, yang juga mengaku secara terbuka bahwa lembaganya juga disewa oleh Partai Golkar untuk melakukan sejumlah survei.

Senada dengan Yunarto, pengamat politik Nico Harjanto mengatakan, memang lembaga survei memang masih dibenarkan untuk merilis hasil survei yang dipesan secara khusus oleh si pemberi modal.

“Saya kira ini terkait karena belum adanya code of conduct yang mengatur secara spesifik terkait norma dan aturan dari lembaga survei ini,” ujar Nico saat dihubungi, hari ini.

Nico juga sepakat yang terpenting adalah pelaksana survei harus dapat menyebutkan sumber dari mana serta membuka data mentah baik metodologi hingga metodologinya untuk kepentingan publik.

“Kita bisa akui bahwa biaya survei itu tidak murah, maka dari itu ada baiknya sumber dana diumumkan kepada publik,” ujarnya.

Nico juga menilai salah satu cara yang bisa digunakan untuk mengukur apakah lembaga survei yang dibayar tersebut memiliki kredibilitas dan validitas yang benar adalah dengan menggunakan pihak ketiga. “Metodologi dan segala macamnya bisa diperiksa oleh ahli-ahlinya, ada yang memvalidasi dari pihak ketiga atau pihak yang netral.”

Lebih lanjut, Nico beranggapan bahwa pada dasarnya hasil survei yang dikeluarkan oleh lembaga survei pesanan tersebut bisa disikapi oleh publik dengan cara yang praktis.

Sebagai push sector, hasil survei secara tidak langsung dapat memberikan tekanan kepada masyarakat baik untuk turut memberi suara atau bahkan untuk menolak hasil survei dengan memilih suara yang lain atau tidak memenangkan pasangan yang unggul dalam survei tersebut.

Yang perlu diperhatikan adalah, hasil survei bisa diantisipasi sebagai salah satu pintu masuk kecurangan pada hari pemungutan suara. “Kecurangan bisa dilakukan pada menit-menit terakhir pada penghitungan suara ketika mengetahui hasil tidak sesuai dengan survei, maka akan digunakan untuk menjustifikasi hasil survei dengan cara melakukan manipulasi hasil suara.”

Untuk itu, Nico memperingatkan publik untuk belajar pintar menyeleksi pilihannya yang sesuai dengan hati nurani bukan atas opini yang sengaja dibentuk oleh pihak tertentu.

“Sudah jelas hasil survei itu mayoritasnya akan memberikan pengaruh kepada pemungutan suara, karena itulah guna dari survei sendiri, untuk menggiring opini,” kata Nico.''(*)

JSI: Popularitas Foke Capai 79,1 Persen

Elektabilitas Foke juga menunjukkan angka yang paling tinggi, yakni 49,6 persen.
Calon Gubernur incumbent Fauzi Bowo (Foke) masih menempati posisi teratas dalam hal tingkat kesukaan yang cenderung bersifat stagnan sejak 2010 hingga 2012 dengan menempati presentase mencapai 79,1 persen.

Berdasarkan hasil survei yang dirilis oleh Jaringan Suara Indonesia (JSI) dan dilakukan dari 28 Juni hingga 2 Juli 2012 dengan jumlah sampel 1.200 responden, presentase kesukaan calon Gubernur tersebut juga didukung dengan tngginya tingkat pengenalan calon Gubernur yang mendekati angka 100 persen atau berada di posisi 98,0 persen pada 2012.

“Stabilnya tingkat kesukaan kepada calon incumbent menunjukkan masih tingginya minat warga Jakarta kepada pasangan calon nomor satu ini,” ujar Widdi Aswidi, peneliti JSI, di Hotel Mulia, Jakarta, hari ini.

Tidak hanya itu saja, tingkat elektabilitas calon yang akrab disapa Foke ini juga menunjukkan angka yang paling tinggi dibandingkan dengan lima pasangan calon lainnya, yakni mencapai 49,6 persen.

Yang menarik dari lembaga survei yang secara terang-terangan menyebut sebagai lembaga survei yang disewa khusus untuk kepentingan pasangan nomor satu ini, tampak pula bahwa peta kekuatan strong suppoters (pemilih dengan suara bulat/pemilih militan) pada pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli mencapai 35,5 persen.

“Dengan tren tingkat dukungan strong supporters yang cenderung meningkat dari 2010 menuju 2012, atau dari 17,4 persen menjadi 35,5 persen,” katanya.

Sementara untuk pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama memiliki strong supporters dengan presentase 9,5 persen, Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini dengan presentase 4,3 persen, diikuti Alex Noerdin-Nono Sampono dengan 2,9 persen, lalu Faisal Basri-Biem Benyamin dengan 1,0 persen, dan di posisi paling akhir adalah Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria dengan 0,4 persen.''(*)

0 komentar:

Posting Komentar