Jumat, 13 Juli 2012

KEGAGALAN LEMBAGA SURVEI NASIONAL DIPILKADA DKI.

Kamis, 12 Juli 2012 07:46:25

Ketika warga Jakarta menghukum lembaga survei

Perhitungan Suara. ©2012 Merdeka.com/imam buhori
JAKARTA - BAROMETER RAKYAT NEWS: Quick count atau hitung cepat yang dilakukan oleh berbagai lembaga survei pasca pencoblosan, menempatkan pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama unggul dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta. Calon incumbent Fauzi Bowo yang berpasangan dengan Nachrowi Ramli harus puas di urutan kedua. 
Padahal, sebelum pilgub digelar, berbagai hasil survei yang rutin dipublikasikan selalu menempatkan pasangan yang didukung Partai Demokrat itu di tempat teratas. Dengan hasil ini, Pilgub DKI hampir dipastikan berlangsung dua putaran.
Saat ditutup dengan 99,76 persen data yang masuk (409 TPS dari total sampel 410 TPS) Lembaga Survei Indonesia, Rabu (11/7) menetapkan pasangan Jokowi-Ahok unggul dengan 42,74 persen suara. Sementara Foke-Nara meraih 33,57 persen.
Selanjutnya ada pasangan Hidayat-Didik 11,96 persen, Faisal-Biem 4,94 persen, Alex-Nono 4,74 persen, dan Hendardji–Riza 2,05 persen.
Data quick count serupa dilansir oleh Lingkaran Survei Indonesia. Foke-Nara 34,10 persen, tidak mampu mengalahkan Jokowi-Ahok 43,04 persen. Demikian juga hasil hitung cepat yang dilakukan Indo Barometer, Litbang Kompas, hingga Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Semuanya menempatkan Jokowi sebagai pemenang.
Memang hasil ini belum final karena hitungan manual versi KPU DKI Jakarta masih berlangsung. Meski begitu, metode quick count selama ini terbukti bisa menjadi alat ukur untuk mengetahui hasil pemilihan dalam waktu singkat. Dan biasanya, hasil penghitungan akhir, tidak akan terlalu jauh berbeda persentasenya dengan versi hitung cepat.
Bagi kubu Fauzi Bowo, hasil quick count ini layaknya tamparan keras. Bagaimana tidak, hasil survei selalu menempatkan Bang Kumis sebagai juara. Bahkan, persentase suaranya cukup jomplang.
Seperti rangkaian survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia yang rutin dirilis setiap bulan dalam beberapa bulan terakhir menjelang pencoblosan digelar. Pada bulan April hingga awal bulan Juli 2012, Foke terus unggul dengan kisaran persentase tertinggi 49,1 persen dan paling rendah 43,7 persen.
Sementara Jokowi terus konsisten membuntuti di urutan kedua dengan persentase tertinggi di hasil survei yang dirilis bulan Mei mencapai 20,9 persen. Sisanya, pasangan yang didukung PDIP dan Gerindra ini selalu berada di sekitar angka 14 persen.
Selain LSI, ada Indo Barometer, Soegeng Sarjadi School of Government  (SSSG) dan Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) yang mengeluarkan survei. Semuanya menjagokan Foke berada di tempat teratas, baik pilgub berlangsung satu putaran atau dua putaran.
Satu lagi lembaga yang mengeluarkan survei di pekan terakhir masa kampanye adalah Jaring Suara Indonesia (JSI). Foke tetap berada di urutan teratas namun persentasenya mulai menurun hanya di angka 35,5 persen. Sedangkan Jokowi cuma mendapat 9,5 persen suara saja.
Sayangnya, kedua lembaga ini, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) dan Jaring Suara Indonesia (JSI) akhirnya mengakui jika mereka memang menjadi konsultan politik Fauzi Bowo dan menjadi bagian dari tim pemenang. Survei yang mereka lakukan pun demi kepentingan kliennya.
Toto Izul Fattah, salah satu peneliti Lingkaran Survey Indonesia (LSI) mengungkapkan, survei yang dilakukan lembaganya, diongkosi oleh kubu Fauzi Bowo. "Jadi memang saya merasa wajib mengungkapkan ini untuk kepentingan transparansi, betul LSI ikut jadi tim pemenangan Foke, jujur harus kami sampaikan," ujarnya di kantor LSI, Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu, (1/7) saat merilis hasil survei terakhir pilgub DKI.
Sementara Direktur Eksekutif JSI, Widdi Aswindi mengakui jika survei yang dilakukan lembaganya memang untuk kepentingan Foke. "Sebelum saya paparkan hasil survei JSI, saya akui bahwa survei ini dilakukan memang untuk kepentingan pasangan calon nomor 1," ungkap Widdi saat merilis hasil survei JSI Jumat 6 Juli lalu.
Soal survei, sudah lama publik mencurigai jika hal itu dilakukan untuk kepentingan salah satu calon. Manipulasi hasil survei, seringkali dijadikan sarana untuk menggiring opini publik. Dalam konteks pilkada misalnya, hasil survei bisa menjadi alat terselubung untuk mempengaruhi persepsi atau pilihan publik. Hasil survei, terutama yang dilakukan secara berkala dengan menempatkan calon tertentu sebagai unggulan, diyakini sangat bisa memengaruhi sikap masyarakat yang masih bingung menentukan pilihan.
Melalui penyebutan berkali-kali bahwa calon tertentu mendapatkan dukungan yang sangat tinggi, ada kecenderungan membuat pemilih yang tadinya netral, atau yang belum memutuskan pilihan terkena efek dominasi. Di Pilgub DKI misalnya, beberapa hasil survei di bulan terakhir menjelang pencoblosan, sangat jelas berupaya menggiring pemikiran publik agar pilkada berlangsung cukup satu putaran. Kebetulan, salah satu calon mengampanyekan pilgub satu putaran.
Sayangnya, upaya itu tidak berhasil dilakukan. Masyarakat Jakarta, ternyata tidak terpengaruh dengan hasil-hasil survei tersebut. Buktinya, suara pemilih Jokowi mampu unggul di atas Fauzi Bowo
Pertarungan Foke dan Jokowi akan berlanjut ke putaran dua yang akan digelar pada 20 September 2012. Tentunya, hingga hari pencoblosan nanti, masih mungkin muncul hasil-hasil survei seperti yang terjadi saat putaran pertama. Atau, mungkin saja tidak ada hasil survei yang akan dipublikasikan lagi oleh lembaga survei yang terbukti salah. Mereka tentunya tidak ingin merusak reputasi sendiri dengan kembali membohongi publik dengan publikasi hasil survei pesanan yang penuh rekayasa.
Kemarin, para pemilih di Jakarta yang menggunakan hak pilihnya, secara tidak langsung telah menghukum lembaga-lembaga survei tersebut.
[has] Sumber www.merdeka.com

0 komentar:

Posting Komentar