Sabtu, 09 Juni 2012

Publik Masih Percaya Koran





JELANG penyelenggaraan acara Publish Asia 2012, gelaran Asosiasi Surat Kabar dan Penerbit Sedunia (WANIFRA), di Nusa Dua, Bali, 10-12 April, ada kabar menyenangkan bagi para pegiat industri koran tanah air. Hasil survei Edelman Trust Barometer 2012 di Indonesia menunjukkan, tingkat kepercayaan publik terhadap informasi dari media massa yang ada di Indonesia mencapai 80 persen. Itu adalah tingkat kepercayaan publik tertinggi jika dibandingkan dengan hasil survei di 24 negara lain. Bahkan, angka tersebut jauh melampaui tingkat kepercayaan media di mata masyarakat dunia secara umum, yang hanya 53 persen, juga di atas angka Asia Pasifik yang mencapai 63 persen.
Edelman Trust Barometer adalah survei global tahunan yang diadakan sejak 12 tahun silam dengan melibatkan 30 ribu responden di 25 negara. Termasuk negara yang disurvei adalah Tiongkok, Hongkong, India, Jepang, Korea Selatan, Australia, Malaysia, dan Singapura. Di Indonesia sendiri, penyelenggaraan survei Edelman adalah yang keempat. Yang menarik, survei yang juga mengukur kredibilitas terhadap pemerintah, LSM, dan dunia usaha itu juga mencatat bahwa kepercayaan publik atas informasi dari koran mengalami peningkatan 15 persen jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Kini mencapai 44 persen. Sementara itu, mesin pencari Google, salah satu sumber informasi di internet, dipercayai 31 persen responden. Sedangkan terhadap informasi dari jejaring media sosial, termasuk Facebook dan Twitter, 18 persen responden yang percaya.
Berdasar survei itu pula, koran tercatat 48 persen masih lebih dipercaya jika dibandingkan dengan media konvensional lain. Sebagai pembanding, responden yang percaya informasi dari TV dan radio masing-masing 45 persen dan 30 persen saja. Yang tak kalah menarik adalah data temuan mutakhir lembaga riset berbasis di Australia, yakni Roy Morgan. Dalam survei kepembacaan koran di 20 kota utama dan 22 kota sekitarnya di 16 provinsi se-Indonesia, terlihat lesunya bisnis koran di Jabodetabek –konon sebagai dampak turunnya kepembacaan hingga minus 12 persen selama setahun terakhir– ternyata justru bertolak belakang dengan yang terjadi di Provinsi Jatim dan luar Jawa.
Di Jatim, misalnya, angka kepembacaan koran selama setahun terakhir justru bertumbuh 50,7 persen. Meningkat menjadi 5,2 juta dari semula 3,4 juta orang. Bahkan, rerata angka pertumbuhan kepembacaan koran di Provinsi Sumut, Riau, Sumbar, Sumsel, Lampung, dan Sulsel tercatat berlipat 186 persen. Pertumbuhan kepembacaan di daerah-daerah itu mengindikasikan berkembangnya minat baca publik. Artinya, ada kebutuhan dari masyarakat atas informasi, berita, dan pesan yang tepercaya. Di sini, angka kepercayaan masyarakat terhadap media menjadi relevan. Sebab, survei Edelman menemukan, lebih dari separo responden di Indonesia, yakni 61 persen, bersikap skeptis atas informasi.
Maksudnya, mereka tak mudah percaya informasi begitu saja. Baru setelah mendapatkan informasi yang sama berulang sebanyak tiga sampai lima kali, responden mulai percaya akan kebenaran informasi tersebut.
Dengan demikian, ketika koran di daerah tersebut mampu meraih angka share kepembacaan yang terus naik, bahkan di atas 90 persen, bisa disimpulkan telah terjadi simbiosis mutualisme antara publik dan koran.
Dalam hal ini, meningkatnya kepercayaan publik terhadap koran seperti temuan survei Edelman menjadi terkonfirmasi. Tak pelak, angka-angka survei itu sekaligus membuktikan bahwa koran di berbagai daerah di Indonesia ternyata masih mampu mengambil peran penting. Yakni, sebagai sumber informasi tepercaya di tengah ketersediaan informasi online digital yang menawarkan kepraktisan aksesibilitas di mana pun, kapan pun, memakai perangkat apa pun.
Tidak seperti anggapan lama, ternyata ketersediaan banyak pilihan secara mudah dan kemudahan akses memilih yang tersedia justru malah membikin konsumen bingung. Kian banyak opsi justru adalah faktor pendistraksi.
Maka, dalam suasana gaduh, berisik, dan karut-marut begitu, yang dibutuhkan adalah media yang lebih tepercaya. Yang beriktikad menyortirkan pesan yang membanjir. Memilahkan mana yang berkah dari limbah pesan sampah. Mencarikan substansi makna yang relevan dari pesan yang beraneka. Membedakan mana pesan yang berpengaruh dari yang sekadar bebunyian gaduh. Itu sejalan dengan spirit penyelenggaraan ajang konvensi tahunan Publish Asia 2012 di Nusa Dua, Bali, yang tahun ini bertema Shaping the Future of News Publishing.
Di ajang konvensi media internasional yang akan dihadiri lebih dari 600 eksekutif Asia Pasifik dan Timur Tengah itu, akan dibahas studi kasus keberhasilan penerbit di berbagai negara, yang sukses berinovasi strategis, sehingga menjadikan medianya tetap relevan dan berfaedah bagi masyarakat.
Penentu masa depan keberhasilan media untuk survive bahkan makin eksis, mungkin memang bukan sekadar kecanggihan teknologi aksesibilitas dan konektivitas. Melainkan, justru ditentukan kemampuan media sendiri, merelevansikan fungsi dan perannya.
Misalnya, menjadikan makna aspek kultur, tradisi, serta ikatan psikologis dan emosional masyarakat sebagai bagian dari kekuatannya untuk beraktualisasi dan berkembang dengan melibatkan peran serta publik.
Termasuk, mengoptimalkan isu lokal, unsur kelokalan, dan aspek lokasi.
Kemampuan media merelevansikan diri juga tak sekadar bermakna kesanggupan media menjelma menjadi seperti yang dibutuhkan masyarakatnya. Namun juga bagaimana media mampu menyediakan kefaedahan dengan mendorong peningkatan kualitas dan pemberdayaan kehidupan publik sekitar.
Dengan kata lain, kemampuan penerbit koran mengoptimalkan potensi pertumbuhan kepembacaan dan minat baca di berbagai pelosok wilayah Nusantara adalah aspek penentu untuk menjadikannya, bisa makin menjadi tuan di wilayah rumah mereka sendiri. Temuan survei Morgan tentang tetap tak tertandinginya koran-koran berpenyebaran di daerah dengan share kepembacaan hampir 100 persen –misalnya termasuk Jawa Pos Surabaya, Suara Merdeka Semarang, Solo Pos di Surakarta, Kedaulatan Rakyat di DI Jogjakarta, atau Padang Ekspres di Sumatera Barat– adalah bukti hal itu. Semoga capaian koran-koran tersebut bisa menginspirasi media lain di Indonesia.(*)

0 komentar:

Posting Komentar