Sabtu, 07 Juli 2012 | 06:00
JAKARTA - BAROMETER RAKYAT NEWS: Masyarakat Jakarta merupakan warga cerdas, dan tahu yang terbaik untuk memilih gubernur. Mereka adalah tuan atas kotanya. Karena itu, warga tidak bisa dan tidak mau diarahkan melalui pengiringan opini politik oleh lembaga survei-survei pesanan .
“Warga Jakarta menantikan pergantian dan perubahan gubernur pada 11 Juli mendatang. Warga akan memberikan hati dan pikiran untuk perubahan dan perbaikan kebijakan yang pro terhadap warga,” papar Reinhard Parapat Koordinator Hukum dan Advokasi Faisal Biem Jumat (6/7).
Reinhard menerangkan, survei-survei yang dilakukan oleh lembaga peneliti seperti Lembaga Survei Jaringan Suara Indonesia (JSI) seharusnya menanyakan persoalan paling utama seperti masalah kesejahteraan warga, banjir, kemacetan, kesehatan, pendidikan, rumah, air bersih dan lain-lain.
Pria bertubuh kecil ini menyatakan lembaga survei yang berintegritas seharusnya yang independen tanpa dibayar oleh kandidat gubernur. Dengan demikian, hasil survei dan intelektualnya dapat dipertanggungjawabkan serta berguna bagi masyarakat. Kalau didanai, maka survei ini untuk menyenangkan sponsor peneliti.
“Pertanyaan survei itu sudah mengarahkan pada kemenangan kemenangan kepada calon kandidat yang ujung-ujungnya bersifat pesanan,” timpal pengacara terkenal di Jakarta ini.
Menyikapi survei pemilukada DKI, segala jenis survei atas prediksi dari hasil Pemilukada DKI baik tingkat elektabilitas dan popularitas pasangan calon hingga prediksi satu atau dua putaran tidak boleh dirilis setelah 7 Juli atau hari terakhir masa kampanye.
Ketetapan tersebut dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta dengan alasan hasil survei yang dirilis menjelang hari pemungutan suara pada 11 Juli mendatang akan mempengaruhi opini dan suara pemilih.
Ketua Kelompok Kerja Sosialisasi KPU DKI Jakarta, Soemarno mengatakan, pada masa minggu tenang dan pemungutan suara berlangsung tidak diperbolehkan lembaga survei manapun merilis hasil survei apapun yang berkaitan dengan Pemilukada.
“Iya tentu saja dilarang, karena dikhawatirkan akan mempengaruhi opini pemilih,” ujar Soemarno yang ditemui usai menghadiri sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Gedung Bawaslu, Jakarta (6/7).
Lebih lanjut Soemarno menjelaskan, larangan tersebut berlaku sejak tanggal 8-11 Juli 2012 pukul 13.00 WIB dimana hal tersebut sesuai dengan Peraturan KPU nomor 69 tahun 2010 tentang pemberitaan iklan kampanye.
"Jadi selama masa tenang itu tidak diperbolehkan adanya iklan, spanduk, serta alat peraga tentang kandidat," jelasnya.
Selain merilis hasil survei para lembaga survei juga dilarang untuk mengumumkan hasil penghitungan cepat (quick count) usai pemungutan suara selesai pada 11 Juli pukul 13.00 WIB.
"Mereka tetap boleh melakukan quick count tapi dipublikasikannya setelah pukul 13.00," ujarnya.
Namun demikian, meskipun secara tegas dilarang, tidak ada sanksi khusus bila ada lembaga survei yang melanggar.
"Adanya, sanksi moral. KPU DKI tak punya otoritas memberikan sanksi, biar masyarakat yang mengawasi," tandasnya.''(din/jar)
“Warga Jakarta menantikan pergantian dan perubahan gubernur pada 11 Juli mendatang. Warga akan memberikan hati dan pikiran untuk perubahan dan perbaikan kebijakan yang pro terhadap warga,” papar Reinhard Parapat Koordinator Hukum dan Advokasi Faisal Biem Jumat (6/7).
Reinhard menerangkan, survei-survei yang dilakukan oleh lembaga peneliti seperti Lembaga Survei Jaringan Suara Indonesia (JSI) seharusnya menanyakan persoalan paling utama seperti masalah kesejahteraan warga, banjir, kemacetan, kesehatan, pendidikan, rumah, air bersih dan lain-lain.
Pria bertubuh kecil ini menyatakan lembaga survei yang berintegritas seharusnya yang independen tanpa dibayar oleh kandidat gubernur. Dengan demikian, hasil survei dan intelektualnya dapat dipertanggungjawabkan serta berguna bagi masyarakat. Kalau didanai, maka survei ini untuk menyenangkan sponsor peneliti.
“Pertanyaan survei itu sudah mengarahkan pada kemenangan kemenangan kepada calon kandidat yang ujung-ujungnya bersifat pesanan,” timpal pengacara terkenal di Jakarta ini.
Menyikapi survei pemilukada DKI, segala jenis survei atas prediksi dari hasil Pemilukada DKI baik tingkat elektabilitas dan popularitas pasangan calon hingga prediksi satu atau dua putaran tidak boleh dirilis setelah 7 Juli atau hari terakhir masa kampanye.
Ketetapan tersebut dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta dengan alasan hasil survei yang dirilis menjelang hari pemungutan suara pada 11 Juli mendatang akan mempengaruhi opini dan suara pemilih.
Ketua Kelompok Kerja Sosialisasi KPU DKI Jakarta, Soemarno mengatakan, pada masa minggu tenang dan pemungutan suara berlangsung tidak diperbolehkan lembaga survei manapun merilis hasil survei apapun yang berkaitan dengan Pemilukada.
“Iya tentu saja dilarang, karena dikhawatirkan akan mempengaruhi opini pemilih,” ujar Soemarno yang ditemui usai menghadiri sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Gedung Bawaslu, Jakarta (6/7).
Lebih lanjut Soemarno menjelaskan, larangan tersebut berlaku sejak tanggal 8-11 Juli 2012 pukul 13.00 WIB dimana hal tersebut sesuai dengan Peraturan KPU nomor 69 tahun 2010 tentang pemberitaan iklan kampanye.
"Jadi selama masa tenang itu tidak diperbolehkan adanya iklan, spanduk, serta alat peraga tentang kandidat," jelasnya.
Selain merilis hasil survei para lembaga survei juga dilarang untuk mengumumkan hasil penghitungan cepat (quick count) usai pemungutan suara selesai pada 11 Juli pukul 13.00 WIB.
"Mereka tetap boleh melakukan quick count tapi dipublikasikannya setelah pukul 13.00," ujarnya.
Namun demikian, meskipun secara tegas dilarang, tidak ada sanksi khusus bila ada lembaga survei yang melanggar.
"Adanya, sanksi moral. KPU DKI tak punya otoritas memberikan sanksi, biar masyarakat yang mengawasi," tandasnya.''(din/jar)
0 komentar:
Posting Komentar