Jumat, 29 Juni 2012

Terima Duit Bloomberg, ICW Dituduh Lacurkan Bangsa

“Melacurkan pada dana asing lebih baik daripada melacurkan pada korupsi," kata Ketua ICW Danang Widoyoko.
JAKARTA - BAROMETER RAKYAT NEWS: Sejumlah organisasi dan lembaga swadaya masarakat (LSM) diduga menerima dana sebagai bayaran atas keikutsertaan mengkampanyekan antitembakau dan antirokok di Indonesia, dari lembaga fund raising  Amerika Serikat yakni Bloomberg Initiative.

Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning menyesalkan adanya temuan tersebut. Pasalnya, menurut dia, sebagai lembaga publik yang seharusnya menjauhi korupsi, ternyata mereka juga terlibat.

"Misalnya ICW (Indonesian  Corruption Watch), sebagai sebuah lembaga yang concern memberantas korupsi, ternyata menerima dana asing," kata Ribka,  di Jakarta, Kamis (28/6).

Ribka menilai adanya kucuran dana itu salah satunya berujung pada rencana Kementerian Kesehatan mengeluarkan  Rancangan PP Tembakau. Padahal, rancangan aturan itu dikritik 15 juta petani yang hidupnya tergantung pada industri tembakau.

"Akhirnya ketahuan terima duit dari asing. Mereka melacurkan bangsanya sendiri. Kita tahulah bagaimana mereka mendapatkan uang," kata  Ribka, yang pernah dihantam lembaga-lembaga tertentu karena diduga  menghilangkan pasal pelarangan tembakau di UU Kesehatan.

"Kalau ICW selama ini menghajar saya soal ayat Tembakau yang hilang,  lebih baik berkaca. Sekarang siapa yang benar dan siapa yang terima  dana asing," imbuh Ribka.

Untuk diketahui, Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboy menyatakan finalisasi draf Rancangan PP itu sedang dilaksanakan, pekan lalu.

Berdasarkan data yang diperoleh dari situs Bloomberg Initiatives Grants Program, jutaan dollar AS sudah dikeluarkan lembaga itu untuk  operasinya di Indonesia. PP Muhammadiyah adalah yang pertama disoroti pada 2010 lalu karena ketahuan menerima dana hingga Rp 3,6 miliar demi mengeluarkan fatwa  haram merokok.

Selain itu, walau aktif berkampanye antikorupsi,  LSM antikorupsi ICW juga menerima US$ 45.470 (sekitar Rp 427, 418 juta) Juli 2010 demi mengkonsolidasikan kampanye antitembakau untuk memulai perubahan fundamental pada aturan soal tembakau di Indonesia.

ICW Serang Balik

Setelah dikritisi menerima dana asing dari Bloomberg Initiative, ICW menyerang balik Ketua Komisi IX Ribka Tjiptaning yang membidangi kesehatan mengenai kemungkinan korupsi di balik hilangnya ayat tembakau.

“Di ICW kita boleh menerima dana asing, tidak masalah, tapi terima hasil korupsi tidak boleh,” kata Danang Widoyoko, ketua ICW, ketika dikonfirmasi, Kamis (28/6).

“Ibu Ribka mungkin sebaliknya. Kami tidak boleh menerima dana korporasi apalagi dana hasil korupsi, karena itu dulu kami melaporkan Ibu Ribka,” imbuh Danang.

Meski demikian, Danang mengakui lembaganya memang menerima dana itu dua tahun yang lalu. “Dan itu ada di laporan dana kami dan hasil auditnya pun kami tampilkan di website ICW,” ungkap dia.

Menurut Danang, dana tersebut tidak langsung diterima dari Bloomberg, tapi melalui Tobacco Free Kids Control. Penggunaan dananya, kata dia, untuk meneliti adanya kepentingan industri rokok yang dijual di balik hilangnya ayat tembakau pada tahun 2010 dari UU Kesehatan.

“Melacurkan pada dana asing lebih baik daripada melacurkan pada korupsi, karenanya kami akan terus mengawasi anggota DPR,” kilah Danang

“(Dana) kami gunakan untuk kampanye akuntabilitas politik mengenai regulasi rokok. Kami prihatin dengan petani, tapi kecenderungan global dan ini tidak bisa ditolak, menyatakan bahwa merokok  tidak sehat. Jadi, jangan sampai legalkan anak-anak merokok dan menjual itu pada korporasi atau industri tembakau,” tandas dia..''(adi/abul)

Lembaga Negara dan Kampus Ikut Terima Duit Bloomberg

Ilustrasi
Ilustrasi (sumber: AFP)
Penerimaan dana donor asing harus melalui mekanisme penganggaran di APBN.

Ternyata bukan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) saja yang menerima  dana dari Bloomberg Initiatives dalam kampanye antitembakau dan antirokok di Indonesia. Pemerintah Daerah, Lembaga Kementerian, dan Universitas Negeri juga turut menerima dana asing itu.

Fakta tersebut dikritik sejumlah anggota-anggota DPR. Lembaga negara seharusnya tidak menerima bantuan donor tanpa melalui mekanisme yang dapat dipertanggungjawabkan.

Anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari, mempertanyakan keabsahan penerimaan dana asing oleh lembaga-lembaga negara itu. Dia juga menekankan agar dana-dana itu dipertanggungjawabkan di hadapan publik. Sebab berdasarkan aturan, penerimaan dana donor asing harus melalui mekanisme penganggaran di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah mempersoalkan dana United Nations Development program (UNDP) yang diterima langsung Departemen Dalam Negeri. Dana itu langsung disalurkan ke provinsi. Itu  dianggap pelanggaran hukum," kata Eva, di Jakarta, Kamis (28/6).

Sementara itu, Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning menyatakan lembaga publik yang seharusnya menjauhi korupsi, ternyata juga terlibat.

Ribka menjelaskan Komisi IX DPR mengaku mendengar informasi kucuran dana Bloomberg itu adalah bagian dari rencana Kementerian Kesehatan mengeluarkan Rancangan  Peraturan Pemerintah tentang pengendalian tembakau. Padahal, rancangan aturan itu dikritik oleh 15 juta petani Indonesia yang hidupnya tergantung pada industri tembakau.

Lembaga dan Kampus Penerima

Berdasarkan penelusuran di website Bloomberg Initiative, lembaga  Pemerintah yang menerima dana itu adalah Dinas kesehatan Provinsi Bali yang mendapatkan US$159.621 (Rp1,5 miliar) dari Bloomberg pada Maret  2012. Tugas mereka adalah mengawal implementasi Perda kawasan Bebas  Rokok yang sudah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan juga ikut kebagian uangnya Bloomberg, dimana pada September 2008 menerima US$ 315.825 (Rp 2,968 miliar) dengan tujuan melatih tim khusus kontrol tembakau di sedikitnya 7 provinsi. Pada November 2011, Ditjen itu  kembali menerima US$ 300.000 (Rp 2,82 miliar) dengan tujuan memperkuat  kontrol tembakau melalui peraturan.

Lembaga negara lainnya adalah Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menerima US$ 455.911 (Rp 4,285 miliar) pada Mei 2008 untuk mengeluarkan larangan iklan, promosi, dan kegiatan sponsorship oleh industri terkait tembakau. Pada bulan yang sama, sebesar US$ 142.543 (Rp 1,339 miliar) kembali dikeluarkan. Pada Maret 2011, US$200.000 (Rp  1,88 miliar) dicairkan Bloomberg ke KPAI untuk lebih mendorong agenda pelarangan iklan-iklan rokok.

Fakultas Ekonomi UI juga kebagian kue dari dana Bloomberg dalam kampanye antirokok di Indonesia. Pada Oktober 2008, mereka menerima US$ 280.755 (Rp 2,639 miliar) dengan penugasan mempengaruhi pembuat kebijakan untuk  meninjau ulang aturan pajak tembakau. Pada Juni 2008, dana dicairkan sebesar US$ 40.654 (Rp 382,147 juta)..''(di/bul)

0 komentar:

Posting Komentar