Diposting oleh : Administrator
Kategori: Berita - Dibaca: 25 kali
Rabu, 13 Jun 2012
Senayan - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menolak usulan pemerintah agar Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah nantinya mengatur agar gubernur sebagai kepala daerah tingkat I tidak dipilih secara langsung oleh rakyat melainkan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi. DPD menilai argumentasi pemerintah yang menempatkan gubernur sebagai 'unit antara' dalam penyelenggaraan pemerintahan antara pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota sehingga pemilihannya dapat dibedakan dengan pemilihan bupati/walikota mengandung sejumlah kelemahan mendasar secara filosofis, praktis, sosiologis, dan yuridis.
Secara yuridis, kata Farouk, konstitusi jelas tidak membedakan tingkat otonomi antara provinsi dan kabupaten/kota. Sepanjang kedudukan otonom di antara keduanya sama, tidak ada alasan membedakan mekanisme pemilihan kepala daerah provinsi dan kabupaten/kota.
"Kecuali UUD 1945 diubah dengan menetapkan tingkat-tingkat daerah otonom. Sepanjang tidak diubah maka pembedaan mekanisme pemilihan akan mengandung kontradiksi," ujar Ketua Komite I DPD RI Farouk Muhammad dalam Rapat KerjaKomisi II DPD RI dengan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan perwakilan Menteri Hukum dan HAM di Ruang Rapat Komisi II DPR RI, Gedung Kura-Kura, Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (13/6).
Selain itu, dalam konsep pemilihan gubernur oleh DPRD, pemerintah menghilangkan hak calon perseorangan untuk berpartisipasi dalam pemilihan. Sukar untuk dibayangkan dalam sistem demokrasi kesempatan partisipasi politik bagi calon perseorangan yang telah dibuka, ditutup kembali. "Lalu di mana letak konsistensi demokrasi dalam hal ini?" tanya Farouk Muhammad.
Pemilihan Gubernur oleh DPRD versi pemerintah ini menetapkan penyelenggara pemilihan adalah KPU Provinsi dan DPRD Provinsi. Kata Farouk, hal ini kontradiksi dengan salah satu syarat pemilu demokratis yaitu penyelenggara yang independen. Aturan independensi penyelenggara pemilu tersebut ditegaskan dalam UU No. 15 Tahun 2011 tenteng Penyelenggara Pemilu.
Selain itu, dalam konsep pemerintah tidak ada pengawasan oleh Bawaslu Provinsi terhadap penyelenggaraan pemilihan gubernur. Hal ini jelas bertentangan dengan UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu Pasal 75 ayat (1) yang dengan jelas menyebutkan tugas dan wewenang Bawaslu provinsi dalam pemilihan gubernur. Maka, kata Farouk, mengikuti ketentuan RUU versi pemerintah dalam pemilihan gubernur ini merupakan kesalahan fatal.
Sebagaimana diberitakan pada Rabu (6/6) dalam rapat kerja tentang RUU Pemilukada dengan Komisi II DPR RI, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang mewakili pemerintah mengusulkan gubernur dipilih oleh DPRD. Hal ini karena posisi provinsi selain sebagai daerah otonom, juga merupakan wilayah kerja gubernur sebagai wakil pemerintah.
Pemerintah menyebut posisi provinsi dalam sistem pemerintahan daerah sebagai 'unit antara' pemerintahan. Karakteristik khas dari 'unit antara' dalam penyelenggaraan pemerintahan lebih banyak berkenaan dengan pelaksanaan aktivitas dekonsentrasi ketimbang aktivitas desentralisasi. Hal ini berbeda dengan kabupaten/kota yang dominan melaksanakan desentralisasi. Pada 'unit antara', menurut pemerintah, aspek elektoral dalam proses pemerintahan kurang diberi tekanan.
Wakil Kepala Daerah adalah Jabatan Politik
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) berpandangan wakil kepala daerah adalah jabatan politik yang diisi melalui mekanisme politik (political appointee). Pandangan DPD ini berbeda dengan usulan pemerintah yang disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI pada Rabu (6/6) yang menyatakan wakil kepala daerah merupakan jabatan administrative career yang diisi oleh pegawai negeri sipil.
"Bagi DPD RI, ini bukan soal debat karier atau non karier, tetapi Pemilukada sebagai sarana seleksi dan ujian kepemimpinan lokal hingga nasional," ujar Ketua Komite I DPD RI Farouk Muhammad dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan Perwakilan Menteri Hukum dan HAM di Ruang Rapat Komisi II, Gedung Kura-kura, Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (13/6).
Karena posisi wakil kepala daerah merupakan jabatan politik, maka dalam pandangan DPD RI, siapa saja dapat menduduki jabatan tersebut asal memenuhi persyaratan yang ditetapkan. DPD RI menekankan agar wakil kepala daerah yang diusulkan oleh kepala daerah terpilih dengan mempertimbangkan profesionalisme yaitu bahwa yang bersangkutan memiliki kemampuan dalam mengelola manajemen pemerintahann daerah.
DPD RI juga berpandangan posisi wakil kepala daerah dinilai penting untuk tetap diadakan dalam rangka membantu tugas kepala daerah serta menggantikan kepala daerah dalam hal berhalangan tetap.
Sebagaimana diberitakan, dalam raker dengan Komisi II DPR RI pada Rabu (6/6), Mendagri Gamawan Fauzi menyatakan pemerintah mengusulkan pemilihan wakil kepala daerah tidak satu paket dengan kepala daerah, melainkan diusulkan oleh kepala daerah terpilih kepada DPRD untuk mendapatkan pertimbangan sebelum disahkan oleh pemerintah. Pemerintah juga mengusulkan jabatan wakil kepala daerah adalah jabatan administrative career. Masa jabatan wakil kepala daerah sama dengan jabatan kepala daerah yang mengusulkannya.
Argumentasi utama dari usulan ini adalah bahwa sesungguhnya konstitusi tidak menyebutkan posisi wakil kepala derah termasuk dalam obyek yang dipilih dalam Pemilukada. Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 tidak menyebut wakil kepala daerah.
Sumber : http://www.jurnalparlemen.com
Kategori: Berita - Dibaca: 25 kali
Rabu, 13 Jun 2012
Senayan - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menolak usulan pemerintah agar Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah nantinya mengatur agar gubernur sebagai kepala daerah tingkat I tidak dipilih secara langsung oleh rakyat melainkan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi. DPD menilai argumentasi pemerintah yang menempatkan gubernur sebagai 'unit antara' dalam penyelenggaraan pemerintahan antara pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota sehingga pemilihannya dapat dibedakan dengan pemilihan bupati/walikota mengandung sejumlah kelemahan mendasar secara filosofis, praktis, sosiologis, dan yuridis.
Secara yuridis, kata Farouk, konstitusi jelas tidak membedakan tingkat otonomi antara provinsi dan kabupaten/kota. Sepanjang kedudukan otonom di antara keduanya sama, tidak ada alasan membedakan mekanisme pemilihan kepala daerah provinsi dan kabupaten/kota.
"Kecuali UUD 1945 diubah dengan menetapkan tingkat-tingkat daerah otonom. Sepanjang tidak diubah maka pembedaan mekanisme pemilihan akan mengandung kontradiksi," ujar Ketua Komite I DPD RI Farouk Muhammad dalam Rapat KerjaKomisi II DPD RI dengan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan perwakilan Menteri Hukum dan HAM di Ruang Rapat Komisi II DPR RI, Gedung Kura-Kura, Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (13/6).
Selain itu, dalam konsep pemilihan gubernur oleh DPRD, pemerintah menghilangkan hak calon perseorangan untuk berpartisipasi dalam pemilihan. Sukar untuk dibayangkan dalam sistem demokrasi kesempatan partisipasi politik bagi calon perseorangan yang telah dibuka, ditutup kembali. "Lalu di mana letak konsistensi demokrasi dalam hal ini?" tanya Farouk Muhammad.
Pemilihan Gubernur oleh DPRD versi pemerintah ini menetapkan penyelenggara pemilihan adalah KPU Provinsi dan DPRD Provinsi. Kata Farouk, hal ini kontradiksi dengan salah satu syarat pemilu demokratis yaitu penyelenggara yang independen. Aturan independensi penyelenggara pemilu tersebut ditegaskan dalam UU No. 15 Tahun 2011 tenteng Penyelenggara Pemilu.
Selain itu, dalam konsep pemerintah tidak ada pengawasan oleh Bawaslu Provinsi terhadap penyelenggaraan pemilihan gubernur. Hal ini jelas bertentangan dengan UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu Pasal 75 ayat (1) yang dengan jelas menyebutkan tugas dan wewenang Bawaslu provinsi dalam pemilihan gubernur. Maka, kata Farouk, mengikuti ketentuan RUU versi pemerintah dalam pemilihan gubernur ini merupakan kesalahan fatal.
Sebagaimana diberitakan pada Rabu (6/6) dalam rapat kerja tentang RUU Pemilukada dengan Komisi II DPR RI, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang mewakili pemerintah mengusulkan gubernur dipilih oleh DPRD. Hal ini karena posisi provinsi selain sebagai daerah otonom, juga merupakan wilayah kerja gubernur sebagai wakil pemerintah.
Pemerintah menyebut posisi provinsi dalam sistem pemerintahan daerah sebagai 'unit antara' pemerintahan. Karakteristik khas dari 'unit antara' dalam penyelenggaraan pemerintahan lebih banyak berkenaan dengan pelaksanaan aktivitas dekonsentrasi ketimbang aktivitas desentralisasi. Hal ini berbeda dengan kabupaten/kota yang dominan melaksanakan desentralisasi. Pada 'unit antara', menurut pemerintah, aspek elektoral dalam proses pemerintahan kurang diberi tekanan.
Wakil Kepala Daerah adalah Jabatan Politik
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) berpandangan wakil kepala daerah adalah jabatan politik yang diisi melalui mekanisme politik (political appointee). Pandangan DPD ini berbeda dengan usulan pemerintah yang disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI pada Rabu (6/6) yang menyatakan wakil kepala daerah merupakan jabatan administrative career yang diisi oleh pegawai negeri sipil.
"Bagi DPD RI, ini bukan soal debat karier atau non karier, tetapi Pemilukada sebagai sarana seleksi dan ujian kepemimpinan lokal hingga nasional," ujar Ketua Komite I DPD RI Farouk Muhammad dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan Perwakilan Menteri Hukum dan HAM di Ruang Rapat Komisi II, Gedung Kura-kura, Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (13/6).
Karena posisi wakil kepala daerah merupakan jabatan politik, maka dalam pandangan DPD RI, siapa saja dapat menduduki jabatan tersebut asal memenuhi persyaratan yang ditetapkan. DPD RI menekankan agar wakil kepala daerah yang diusulkan oleh kepala daerah terpilih dengan mempertimbangkan profesionalisme yaitu bahwa yang bersangkutan memiliki kemampuan dalam mengelola manajemen pemerintahann daerah.
DPD RI juga berpandangan posisi wakil kepala daerah dinilai penting untuk tetap diadakan dalam rangka membantu tugas kepala daerah serta menggantikan kepala daerah dalam hal berhalangan tetap.
Sebagaimana diberitakan, dalam raker dengan Komisi II DPR RI pada Rabu (6/6), Mendagri Gamawan Fauzi menyatakan pemerintah mengusulkan pemilihan wakil kepala daerah tidak satu paket dengan kepala daerah, melainkan diusulkan oleh kepala daerah terpilih kepada DPRD untuk mendapatkan pertimbangan sebelum disahkan oleh pemerintah. Pemerintah juga mengusulkan jabatan wakil kepala daerah adalah jabatan administrative career. Masa jabatan wakil kepala daerah sama dengan jabatan kepala daerah yang mengusulkannya.
Argumentasi utama dari usulan ini adalah bahwa sesungguhnya konstitusi tidak menyebutkan posisi wakil kepala derah termasuk dalam obyek yang dipilih dalam Pemilukada. Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 tidak menyebut wakil kepala daerah.
Sumber : http://www.jurnalparlemen.com
0 komentar:
Posting Komentar