Minggu, 01 Juli 2012 | 01:19
Dugaan korupsi haji melibatkan banyak pilihan dan mengarah ke pimpinan kementerian dan DPR.
Sejak tahun 2009, ICW melaporkan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji. Namun laporan itu tidak ditindaklanjuti oleh KPK melalui bidang pencegahan.
Atas laporan ICW itu, KPK malah melakukan kajian yang hasilnya, dalam bentuk rekomendasi harus dijalankan oleh Kementerian Agama.
Padahal, korupsi penyelenggaraan haji diduga melibatkan pimpinan Kementerian Agama maupun DPR. Hal itu seperti dikatakan oleh peneliti ICW, Ade Irawan ketika dihubungi Beritasatu.com, Sabtu (30/6).
"Dugaan korupsi haji melibatkan banyak pilihan dan mengarah ke pimpinan kementerian dan DPR," kata Ade.
Ade tidak menjelaskan lebih detail mengenai keterlibatan menteri dan DPR yang ia maksud. Berdasarkan laporan tahun 2010 ke KPK, ICW melaporkan ke KPK adanya dugaan perampokan biaya penyelenggaraan haji oleh Kementerian Agama dan DPR. ICW menemukan adanya kenaikan ongkos haji yang tidak masuk akal, yaitu dari US$3844 menjadi US$4043.
KPK diketahui belum pernah memproses hukum menteri yang masih menjabat. Kecenderungannya, KPK kerap mencokok mantan menteri. Terkait hal tersebut, Ade mengatakan pihaknya berharap KPK lebih serius menangani dugaan korupsi haji yang diduga melibatkan menteri.
"Inikan baru dugaan makanya kami harap KPK lebih serius. Jangan sampai karena menyangkut kekuatan politik tidak diprioritaskan," kata Ade.
Untuk itu, ICW akan terus mendorong agar kasus tersebut ditindaklanjuti KPK.
Selain itu, ICW juga berharap agar penyelenggaraan haji dikelola tidak lagi di bawah Kementerian Agaman melainkan lembaga independen.
"Kami akan terus mendorong kasus ditindakalnjuti. Selain itu, Kami juga mendorong agar penyelnggraan haji dikelola badan khusus yang lebih independen," kata Ade.
ICW menemukan dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan haji di Indonesia sudah dilaporkan secara reguler ke KPK sejak tahun 2009. Akan tetapi hingga kini, KPK belum juga menindaklanjuti laporan ICW tersebut.
Tahun 2010 silam, ICW melaporkan ke KPK adanya dugaan perampokan biaya penyelenggaraan haji oleh Kementerian Agama dan DPR. ICW menemukan adanya kenaikan ongkos haji yang tidak masuk akal, yaitu dari US$3844 menjadi US$4043.
Kemudian, di tahun 2011, ICW kembali menyambangi KPK untuk menyerahkan laporan dugaan korupsi penyelenggaraan haji. Namun, dari laporan ICW selama ini, KPK hanya menindaklanjutinya dengan membuat kajian dan memberikan rekomendasi kepada Kementerian Agama.
Padahal, laporan-laporan ICW yang dilengkapi oleh laporan keuangan tersebut memiliki kekuatan hukum. Sudah semestinya, dugaan korupsi penyelenggaraan haji bisa ditingkatkan ke penyelidikan.
JAKARTA - BAROMETER RAKYAT NEWS: Korupsi di Kementerian Agama tidak hanya terjadi dalam pengadaan Al-Quran dan laboratorium untuk Madrasah Tsanawiyah.
Selama bertahun-tahun, LSM Antikorupsi ICW telah melaporkan adanya dugaan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji.Sejak tahun 2009, ICW melaporkan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji. Namun laporan itu tidak ditindaklanjuti oleh KPK melalui bidang pencegahan.
Atas laporan ICW itu, KPK malah melakukan kajian yang hasilnya, dalam bentuk rekomendasi harus dijalankan oleh Kementerian Agama.
Padahal, korupsi penyelenggaraan haji diduga melibatkan pimpinan Kementerian Agama maupun DPR. Hal itu seperti dikatakan oleh peneliti ICW, Ade Irawan ketika dihubungi Beritasatu.com, Sabtu (30/6).
"Dugaan korupsi haji melibatkan banyak pilihan dan mengarah ke pimpinan kementerian dan DPR," kata Ade.
Ade tidak menjelaskan lebih detail mengenai keterlibatan menteri dan DPR yang ia maksud. Berdasarkan laporan tahun 2010 ke KPK, ICW melaporkan ke KPK adanya dugaan perampokan biaya penyelenggaraan haji oleh Kementerian Agama dan DPR. ICW menemukan adanya kenaikan ongkos haji yang tidak masuk akal, yaitu dari US$3844 menjadi US$4043.
KPK diketahui belum pernah memproses hukum menteri yang masih menjabat. Kecenderungannya, KPK kerap mencokok mantan menteri. Terkait hal tersebut, Ade mengatakan pihaknya berharap KPK lebih serius menangani dugaan korupsi haji yang diduga melibatkan menteri.
"Inikan baru dugaan makanya kami harap KPK lebih serius. Jangan sampai karena menyangkut kekuatan politik tidak diprioritaskan," kata Ade.
Untuk itu, ICW akan terus mendorong agar kasus tersebut ditindaklanjuti KPK.
Selain itu, ICW juga berharap agar penyelenggaraan haji dikelola tidak lagi di bawah Kementerian Agaman melainkan lembaga independen.
"Kami akan terus mendorong kasus ditindakalnjuti. Selain itu, Kami juga mendorong agar penyelnggraan haji dikelola badan khusus yang lebih independen," kata Ade.
ICW menemukan dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan haji di Indonesia sudah dilaporkan secara reguler ke KPK sejak tahun 2009. Akan tetapi hingga kini, KPK belum juga menindaklanjuti laporan ICW tersebut.
Tahun 2010 silam, ICW melaporkan ke KPK adanya dugaan perampokan biaya penyelenggaraan haji oleh Kementerian Agama dan DPR. ICW menemukan adanya kenaikan ongkos haji yang tidak masuk akal, yaitu dari US$3844 menjadi US$4043.
Kemudian, di tahun 2011, ICW kembali menyambangi KPK untuk menyerahkan laporan dugaan korupsi penyelenggaraan haji. Namun, dari laporan ICW selama ini, KPK hanya menindaklanjutinya dengan membuat kajian dan memberikan rekomendasi kepada Kementerian Agama.
Padahal, laporan-laporan ICW yang dilengkapi oleh laporan keuangan tersebut memiliki kekuatan hukum. Sudah semestinya, dugaan korupsi penyelenggaraan haji bisa ditingkatkan ke penyelidikan.
Pengamat : Calon Gubernur Sulsel harus Prolayanan Publik
Pengamat komunikasi sosial dari Universitas Hasanuddin Makassar Dr
Mulyadi Mau mengatakan calon gubernur Sulawesi Selatan harus memiliki
rekam jejak yang prolayanan publik.
"Hal itu sebagai salah satu indikator yang penting untuk menentukan dia dapat menjadi pemimpin yang baik dan didambakan masyarakat," kata Mulyadi di Makassar, Minggu.
Menurut dia, pro terhadap pemberian layanan publik dalam kinerjanya baik sebagai birokrat ataupun pengusaha itu sangatlah penting karena dari sekian kebijakan yang ditujukan pada masyarakat atau publik, layanan publik menyangkut hak-hak atau kebutuhan dasar yang harus dipenuhi.
Sebagai gambaran, layanan sektor kesehatan dan pendidikan menjadi bagian pokok dari hak-hak dasar publik.
"Namun benarkah program pembebasan atau pemberian subsidi penuh dari kedua program itu sudah benar-benar menyentuh dan dirasakan masyarakat," katanya.
Alasannya, karena bukan hanya sekaar membebaskan biaya pelayanannya, tetapi juga bagaimana sikap, prilaku atau kebijakan pelaku yang berhadapan langsung dengan kelompok sasaran.
Contoh lainnya, lanjut akademisi Unhas ini, retribusi yang dikenakan untuk penumpang atau pengunjung yang masuk ke Pelabuhan Makassar mencapai Rp15 ribu per orang.
Sementara untuk bandara internasional Hasanuddin Makassar Rp4 ribu bagi pengendara roda dua dan di atas Rp20 ribu pengendara empat.
"Kedua contoh itu patut dicermati apakah kebijakan yang dikeluarkan Pemkot atau gubernur itu sudah prolayanan publik atau belum, termasuk mencermati bagaimana sistem pelayanan fasilitas publik itu," katanya.''(*)
"Hal itu sebagai salah satu indikator yang penting untuk menentukan dia dapat menjadi pemimpin yang baik dan didambakan masyarakat," kata Mulyadi di Makassar, Minggu.
Menurut dia, pro terhadap pemberian layanan publik dalam kinerjanya baik sebagai birokrat ataupun pengusaha itu sangatlah penting karena dari sekian kebijakan yang ditujukan pada masyarakat atau publik, layanan publik menyangkut hak-hak atau kebutuhan dasar yang harus dipenuhi.
Sebagai gambaran, layanan sektor kesehatan dan pendidikan menjadi bagian pokok dari hak-hak dasar publik.
"Namun benarkah program pembebasan atau pemberian subsidi penuh dari kedua program itu sudah benar-benar menyentuh dan dirasakan masyarakat," katanya.
Alasannya, karena bukan hanya sekaar membebaskan biaya pelayanannya, tetapi juga bagaimana sikap, prilaku atau kebijakan pelaku yang berhadapan langsung dengan kelompok sasaran.
Contoh lainnya, lanjut akademisi Unhas ini, retribusi yang dikenakan untuk penumpang atau pengunjung yang masuk ke Pelabuhan Makassar mencapai Rp15 ribu per orang.
Sementara untuk bandara internasional Hasanuddin Makassar Rp4 ribu bagi pengendara roda dua dan di atas Rp20 ribu pengendara empat.
"Kedua contoh itu patut dicermati apakah kebijakan yang dikeluarkan Pemkot atau gubernur itu sudah prolayanan publik atau belum, termasuk mencermati bagaimana sistem pelayanan fasilitas publik itu," katanya.''(*)
0 komentar:
Posting Komentar