Rabu, 27 Juni 2012 | 18:19.
Ada sebanyak 44 pemberitaan positif (atau sekitar 12,5 persen) mengenai pasangan Alex-Nono.
Dalam riset Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta bersama Yayasan Tifa pada 1 Juni hingga 15 Juni 2012, menunjukkan ada sebanyak 44 pemberitaan positif (atau sekitar 12,5 persen) mengenai pasangan Alex-Nono pada 15 sampel media yang telah diseleksi.
Di posisi kedua, Hidayat Nur Wahid memiliki sebanyak 37 berita atau sekitar 10,5 persen. Sedangkan posisi ketiga ditempati oleh Fauzi Bowo dengan 29 berita atau sebanyak 8,2 persen.
Ignatius Haryanto, konsultan riset, mengatakan munculnya pemberitaan positif Alex Noerdin lebih banyak terdapat pada koran lokal Jakarta. "Entah mungkin ada deal-deal tertentu. Sehingga, pada koran lokal yang terbit khusus di Jakarta banyak terdapat pemberitaan mengenai kesuksesan Alex soal Sumatra Selatan," paparnya.
Dalam riset yang dilakukan selama dua pekan tersebut, ditemukan laporan media massa mengenai Pemilukada DKI didominasi oleh tema pemberitaan seputar kampanye yakni 285 berita, proses pendaftaran sebanyak 175 berita dan regulasi sebanyak 108 berita.
Adapun 15 sampel media yang dilakukan adalah empat media online yaitu Detik.com, Kompas.com, Vivanews.com, Okezone.com. Empat media cetak nasional yaitu Kompas, Republika, Koran Tempo, Suara Pembaruan. Empat media cetak lokal yaitu Warta Kota, Poskota, Koran Jakarta, Indo Pos. Dan tiga televisi yaitu TV One, Metro TV, dan RCTI.
Adapun alasan pemilihan media tersebut berdasarkan dari keberagaman dari sisi kepemilikan media yang mewakili ideologi yang berbeda.
"Mewakili media yang populer dan paling banyak diakses oleh masyarakat, di mana untuk media online dengan dasar pada perhitungan popularitas dalam Alexa yang diakses pada tanggal 22 Mei 2012 pada saat rapat penentuan tim terhadap media online yang diteliti," tandas Hari..''(din/jar)
JAKARTA - BAROMETER RAKYAT NEWS: Pasangan Calon Gubernur yang diusung Partai Golongan Karya (Golkar), Alex Noerdin-Nono Sampono unggul dalam hal porsi pemberitaan positif dari media massa selama masa tahapan Pemilukada berlangsung.
Dalam riset Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta bersama Yayasan Tifa pada 1 Juni hingga 15 Juni 2012, menunjukkan ada sebanyak 44 pemberitaan positif (atau sekitar 12,5 persen) mengenai pasangan Alex-Nono pada 15 sampel media yang telah diseleksi.
Di posisi kedua, Hidayat Nur Wahid memiliki sebanyak 37 berita atau sekitar 10,5 persen. Sedangkan posisi ketiga ditempati oleh Fauzi Bowo dengan 29 berita atau sebanyak 8,2 persen.
Ignatius Haryanto, konsultan riset, mengatakan munculnya pemberitaan positif Alex Noerdin lebih banyak terdapat pada koran lokal Jakarta. "Entah mungkin ada deal-deal tertentu. Sehingga, pada koran lokal yang terbit khusus di Jakarta banyak terdapat pemberitaan mengenai kesuksesan Alex soal Sumatra Selatan," paparnya.
Dalam riset yang dilakukan selama dua pekan tersebut, ditemukan laporan media massa mengenai Pemilukada DKI didominasi oleh tema pemberitaan seputar kampanye yakni 285 berita, proses pendaftaran sebanyak 175 berita dan regulasi sebanyak 108 berita.
Adapun 15 sampel media yang dilakukan adalah empat media online yaitu Detik.com, Kompas.com, Vivanews.com, Okezone.com. Empat media cetak nasional yaitu Kompas, Republika, Koran Tempo, Suara Pembaruan. Empat media cetak lokal yaitu Warta Kota, Poskota, Koran Jakarta, Indo Pos. Dan tiga televisi yaitu TV One, Metro TV, dan RCTI.
Adapun alasan pemilihan media tersebut berdasarkan dari keberagaman dari sisi kepemilikan media yang mewakili ideologi yang berbeda.
"Mewakili media yang populer dan paling banyak diakses oleh masyarakat, di mana untuk media online dengan dasar pada perhitungan popularitas dalam Alexa yang diakses pada tanggal 22 Mei 2012 pada saat rapat penentuan tim terhadap media online yang diteliti," tandas Hari..''(din/jar)
LIPI: Pemilukada DKI Tak Bermutu
Rabu, 27 Juni 2012 | 19:59
Segi kompetisi dan kualitas Pemilukada masih dalam level yang rendah.
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai bahwa pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) DKI Jakarta tidak memiliki mutu. Itu dilihat dari segi kompetisi dan kualitas Pemilukada masih dalam level yang rendah.
Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Sjamsuddin Haris mengatakan, seluruh enam kandidat Calon Gubernur DKI Jakarta belum dapat menyinggung tiga hal penting. Pertama, tidak ada satu kandidat pun yang beraani menekankan program penambahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) bertahap dari 10 persen menjadi 20 persen.
"Yang pertama, belum ada yang secara spesifik memiliki visi dan misi yang berupaya untuk mengevaluasi tata ruang. Sekarang ini kota Jakarta itu menjadi republik mal. Nah, mestinya ada usaha untuk mengevaluasi tata ruang yang semrawut ini," kata Sjamsuddin dalam diskusi 'Pilkada Jakarta untuk Siapa' yang digelar LIPI, Rabu (27/6).
Kedua, lanjutnya, para kandidat juga tidak berkomitmen untuk membangun kota Jakarta yang lebih berbudaya dan manusiawi. Sedangkan yang ketiga adalah belum adanya kesungguhan untuk membangun kerja sama yang sinergis dengan kepala daerah di sekitar DKI Jakarta (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi).
"Karena itu, Jakarta membutuhkan pemimpin yang setengah gila, tegas dan tidak berkompromistis. Jangan hanya yang bisa memenuhi kehendak pemodal cenderung kapitalis," tegasnya.
Sementara itu, Marco Kusumawijaya, Direktur Rujak Center for Urban Studies, mengatakan bahwa pascapemilihan merupakan tahapan terpenting dalam pemilukada. Pasalnya, proses politik terjadi pada saat itu.
Senada dengan Sjamsuddin, Marco menilai bahwa belum ada sosok yang mampu memimpin Jakarta, seperti mantan Gubernur Ali Sadikin. "Sesudah Ali Sadikin, tidak ada pelaksana terhadap perubahan Jakarta yang baik, tata ruang gagal, tidak sungguh-sungguh dan hampir seluruh aturan dilanggar," kata Marco.
Menurutnya, gubernur yang menjabat setelah Ali Sadikin tidak ada yang mampu melakukan antisipasi terhadap infrastruktur perkotaan yang baik dan layak bagi warganya.
"Arahnya juga salah, kebanyakan sangat cepat berbicara namun lambat bergerak," tandasnya.
Untuk itu, Marco mengingatkan bahwa siapapun Gubernur kelak, adalah yang mampu menggerakkan rakyat untuk bekerja sama membawa perubahan bagi Jakarta..''(din/jar)
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai bahwa pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) DKI Jakarta tidak memiliki mutu. Itu dilihat dari segi kompetisi dan kualitas Pemilukada masih dalam level yang rendah.
Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Sjamsuddin Haris mengatakan, seluruh enam kandidat Calon Gubernur DKI Jakarta belum dapat menyinggung tiga hal penting. Pertama, tidak ada satu kandidat pun yang beraani menekankan program penambahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) bertahap dari 10 persen menjadi 20 persen.
"Yang pertama, belum ada yang secara spesifik memiliki visi dan misi yang berupaya untuk mengevaluasi tata ruang. Sekarang ini kota Jakarta itu menjadi republik mal. Nah, mestinya ada usaha untuk mengevaluasi tata ruang yang semrawut ini," kata Sjamsuddin dalam diskusi 'Pilkada Jakarta untuk Siapa' yang digelar LIPI, Rabu (27/6).
Kedua, lanjutnya, para kandidat juga tidak berkomitmen untuk membangun kota Jakarta yang lebih berbudaya dan manusiawi. Sedangkan yang ketiga adalah belum adanya kesungguhan untuk membangun kerja sama yang sinergis dengan kepala daerah di sekitar DKI Jakarta (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi).
"Karena itu, Jakarta membutuhkan pemimpin yang setengah gila, tegas dan tidak berkompromistis. Jangan hanya yang bisa memenuhi kehendak pemodal cenderung kapitalis," tegasnya.
Sementara itu, Marco Kusumawijaya, Direktur Rujak Center for Urban Studies, mengatakan bahwa pascapemilihan merupakan tahapan terpenting dalam pemilukada. Pasalnya, proses politik terjadi pada saat itu.
Senada dengan Sjamsuddin, Marco menilai bahwa belum ada sosok yang mampu memimpin Jakarta, seperti mantan Gubernur Ali Sadikin. "Sesudah Ali Sadikin, tidak ada pelaksana terhadap perubahan Jakarta yang baik, tata ruang gagal, tidak sungguh-sungguh dan hampir seluruh aturan dilanggar," kata Marco.
Menurutnya, gubernur yang menjabat setelah Ali Sadikin tidak ada yang mampu melakukan antisipasi terhadap infrastruktur perkotaan yang baik dan layak bagi warganya.
"Arahnya juga salah, kebanyakan sangat cepat berbicara namun lambat bergerak," tandasnya.
Untuk itu, Marco mengingatkan bahwa siapapun Gubernur kelak, adalah yang mampu menggerakkan rakyat untuk bekerja sama membawa perubahan bagi Jakarta..''(din/jar)
0 komentar:
Posting Komentar