Baroness Sayeeda Warsi, menteri pertama perempuan muslim di Inggris
Baroness Sayeeda Warsi, menteri pertama perempuan muslim di Inggris (sumber: guardian.co.uk)
Miskonsepsi terbesar saat Islam dipisahkan dengan dunia Barat.
Demikian Menteri perempuan muslim pertama dalam kabinet Inggris, Baroness Sayeeda Hussain Warsi saat memberikan kuliah umum di Universitas Indonesia (UI), Depok.
  Dalam kuliah umum bertajuk Breaking The Boundary: The Reality of the West and Islam tersebut, Baroness Warsi menceritakan perjuangannya  menjadi penganut Islam di Inggris.
  Warsi lahir pada 1971 dalam keluarga Muslim. Orangtuanya adalah imigran miskin dari Pakistan. Ayah Warsi bekerja sebagai pegawai di sebuah pabrik penggilingan.
  "Sebagai anak yang terlahir dari keluarga yang memiliki lima anak  perempuan, saya merasakan tekanan untuk membuktikan kemampuan saya,"  ujarnya di depan ratusan mahasiswa dan akademisi dalam kuliah umum di  Ruang Terapung Perpustakaan UI, Selasa (29/5)  
Warsi beruntung memiliki orang tua yang mengutamakan pendidikan.
  Ia belajar hukum di University of Leeds dan menjadi pengacara. Setelah  sempat bekerja di negara asal orang tuanya di Pakistan selama satu tahun, Warsi memutuskan kembali ke Inggris.
  Di tahun 2005, ia bahkan memberanikan diri mengikuti pemilihan umum sebagai anggota parlemen namun ia kalah.
  "Saat itu ada yang merasa kulit saya terlalu cokelat, dan lagi saya adalah perempuan," ujar Warsi.
  Di tahun 2010, Perdana Menteri Inggris, David Cameron, menujuk Warsi  sebagai Minister Without Portfolio, menjadikannya muslim ke-3 dan perempuan  muslim pertama yang berhasil menduduki kursi parlemen di Inggris.
  Sejauh ini, Warsi dikenal tegas dalam menyatakan pendapatnya.
  "Saya terang-terangan menolak perang Irak, bukan karena saya muslim,  tetapi karena sebagai pengacara saya memperhitungkan dampak dari perang," katanya.
  "Saya juga percaya perempuan harus diperbolehkan memakai hijab, burqa, atau  niqab, sekali lagi bukan karena saya muslim, tetapi karena saya percaya  wanita harus mendapat kebebasan memakai apa yang diinginkannya,"  katanya.
  Warsi mengatakan salah satu miskonsepsi terbesar adalah memisahkan antara Islam dan dunia Barat.
  "Seolah-olah Islam ada di blok ini, dan dunia barat ada di blok lain,  tetapi saya yakin kita bisa dekonstruksi kembali konsep itu," katanya.
  Warsi menambahkan sebenarnya ada banyak sekali muslim di negara Barat.
  "Saya percaya kita bisa rekonsiliasi para ektremis negara Barat dan  ekstrimis agama dari Timur. Itu bukan hal yang mustahil," imbuhnya.
  Warsi mengatakan dirinya meyakini Islam justru membebaskan hak-hak perempuan yang selama ini terkekang.
  "Sampai kapanpun saya akan membela Islam. Tetapi saya tidak yakin saya  akan terus membela mereka yang menyebut dirinya muslim tetapi merasa  paling benar sendiri," tukasnya lugas.