Konseling pasangan.
Konseling pasangan. (sumber: Visualphotos)
Konseling prapernikahan adalah sebuah upaya preventif untuk pasangan menjauhi ranjau-ranjau yang membuat banyak pasangan bercerai.

Selama ini konseling pernikahan dianggap sebagai hal yang tabu karena dianggap semacam "dokter", tempat yang didatangi ketika ada keluhan dalam hubungan. Seakan ada yang memberi cap konseling pernikahan adalah tempat untuk pasangan yang bermasalah.

Namun, menurut psikolog dan konselor pernikahan Ratih Ibrahim dalam sebuah kesempatan dengan Beritasatu.com mengungkap, meski saat ini sudah banyak masyarakat Indonesia yang datang untuk konseling mengenai pernikahan, menurutnya akan lebih bermanfaat bila pasangan datang konseling sebelum memasuki pernikahan.

Menurutnya, hal ini akan menjadi semacam pencegahan sebelum terjadi hal-hal yang tak diinginkan dalam kehidupan pernikahan.

Hidup bersama satu orang yang sama seumur hidup bukan hal yang mudah. Isu-isu domestik, seperti anak, uang, kehidupan seks, membicarakan masa depan, bahkan hal terkecil sekalipun, seperti memilih menu makan malam bisa menjadi tantangan tersendiri bagi pasangan bila hubungannya tidak memiliki visi yang sama.

Ashley Seger, terapis pernikahan dari DC Couples Counseling membagi 5 alasan untuk pasangan menemui konselor hubungan sebelum memasuki lembaga pernikahan:

1. Perubahan peran
Tak sedikit pasangan yang lupa mengantisipasi perubahan peran yang akan mereka hadapi setelah pernikahan. Peran baru sebagai suami dan istri bukan transisi mudah. Mengubah status dari mengurus diri sendiri menjadi orang yang harus mengurus orang lain bukan perkara mudah.

Perubahan status ini akan berefek pada segala hal, termasuk yang paling dasar dalam hidup, termasuk cara berpikir tentang diri sendiri dan bagaimana pandangan Anda untuk menjalani kehidupan ke depan bersama. Untuk pasangan yang merasa kesulitan menjalani perubahan peran dari lajang menjadi pasangan suami istri kemungkinan besar ada perasaan kehilangan rasa kemandirian, dan ini bisa menjadi tantangan besar.

2. Keterikatan
Dari pengalaman selama 12 tahun sebagai konselor pernikahan, Seger menilai ada 3 alasan pasangan bercerai;
* Salah satu orang dari pasangan merasa kekasihnya tak lagi mengerti dirinya.
* Salah satu orang dari pasangan merasa pasangannya telah berubah dan merasa tak lagi mengenalnya.
* Salah seorang dari pasangan merasa sendiri dalam hubungan itu.

Keterikatan dalam hubungan adalah ikatan intim yang tak bisa disamai oleh hubungan mana pun. Ketika sebuah pasangan merasa pernikahan mereka sedang dalam krisis, maka ada kemungkinan dalam ikatan hubungan itu ada yang tertarik atau merenggang dan pasangan itu merasa ada yang benar-benar salah dalam hubungan tersebut.

Amat normal untuk pasangan merasa sangat terikat dan dekat saat menjelang pernikahan tetapi kemudian merasa renggang begitu memasuki pernikahan.

Rasa sakit dari perenggangan hubungan ini juga adalah hal yang normal dan adalah hal yang perlu dipersiapakan pasangan mengenai cara otak menjalin keterikatan dan hal-hal yang dibutuhkan untuk membuat pasangannya merasa dekat terikat tanpa paksaan.

Terapi pasangan sebelum menikah adalah sebuah pencegahan agar tidak lagi butuh obat di masa depannya.

3. Seks
Pasangan sering kali merasa terbutakan ketika perubahan dalam hidup seksual mereka terjadi. Anak-anak, stres, tekanan harian bisa menyebabkan melambatnya hubungan seks seseorang.

Pasangan sering merasa ada yang salah ketika hubungan seks melambat. Padahal, perlu diketahui, perubahan gairah seks dan ketertarikan untuk seks cukup fluktuatif dan bisa berubah.

Sebelum memasuki pernikahan, hal ini perlu dibicarakan agar komunikasi di dalam pasangan tersebut mengenai seks cukup terbuka dan jujur. Jangan sampai hubungan pernikahan hambar dan dingin hanya karena enggan membicarakan hal-hal semacam ini.

4. Tujuan
Kebanyakan dari kita tahu bagaimana mencapai tujuan hidup atau karier. Tetapi kebanyakan kita juga sering lupa, keahlian-keahlian yang sama juga perlu untuk diaplikasikan dalam hubungan pernikahan.

Pernikahan yang cerdas harus bersiap untuk menghadapi perubahan-perubahan yang akan terjadi dalam jangka waktu 2, 5, dan 20 tahun mendatang.

Tidak hanya tujuan dalam arti keuangan, tetapi mengenai apa yang ingin dirasa dalam hubungan tersebut, apa yang ingin didapat dari hubungan, juga pasangan perlu membicarakan tujuan bersama ini selang beberapa tahun yang disepakati.

Seringkali masalah datang ketika pasangan tidak bernegosiasi ulang, saat masing-masing menyembunyikan mimpi dan tujuan, terutama bila keadaan berubah.

Enggan membicarakan tujuan hidup bersama bisa menciptakan benci satu sama lain, argumen, dan perpecahan pun terjadi.

Banyak pasangan datang ke konseling pernikahan mengatakan tak tahu akan berubah jauh hubungannya yang tadinya hangat. Padahal, dengan belajar bahwa adalah hal yang wajar untuk pasangan mendapati perubahan, dan belajar bagaimana masing-masing beradaptasi menjalaninya, pernikahan bisa terus berjalan baik dan masing-masing mendapat berkah dari hubungan tersebut.

5. Hari pernikahan
Pernikahan adalah hal yang emosional untuk semua yang terlibat. Anda butuh menyiapkan ruang untuk emosi yang Anda rasa sendiri. Hari pernikahan adalah cara yang tak tertutup untuk membawa banyak perasaan.

Bagi para tamu, sulit untuk melihat pasangan suami istri yang baru menikah tanpa memikirkan perasaannya sendiri. Untuk pasangan yang sudah menikah dan tak bahagia, mereka akan mengingat hari pernikahannya dan bertanya "mengapa" dan "apa yang terjadi". Bagi yang masih lajang, pertanyaannya adalah kapan cinta untuk mereka datang. Jadi, bersiaplah untuk mendapat beragam ekspresi wajah di hari pernikahan. Jangan biarkan kegilaan emosi yang bertebaran itu mengganggu hari bahagia Anda.

Konseling prapernikahan adalah sebuah upaya preventif untuk pasangan menjauhi ranjau-ranjau yang membuat banyak pasangan bercerai. Pernikahan sudah pasti akan mengubah masing-masing orang yang terlibat di dalamnya, kuncinya, jangan sampai pernikahan itu mengusik hubungan yang berawal bahagia.