Selasa, 19 Juni 2012
Pimpinan DPR diduga mendapat jatah Rp300 miliar, sedangkan pimpinan Banggar DPR menerima Rp250 miliar.
JAKARTA - BAROMETER RAKYAT NEWS: Terdakwa kasus penerimaan hadiah terkait alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) Wa Ode Nurhayati kembali mengungkapkan fakta mencengangkan seputar kasus yang disangkakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia menuding sedikitnya Rp1,2 triliun dari anggaran DPID sebesar Rp7,7 triliun mengalir ke Pimpinan DPR dan Pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR.
"Jumlahnya Rp1,2 triliun sekian (yang mengalir ke Pimpinan DPR dan Banggar) sesuai dengan jumlah anggaran yang hilang, yaitu yang 126 daerah. Jadi dari 126 daerah anggaran yang hilang itu kan Rp1,2 triliun lebih. Nah uang itu yang dibagi-bagi. Jadi tidak hilang di saya ya," kata Wa Ode Nurhayati di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (19/6).
Menurut Nurhayati, hal itu diketahui dari data yang ditemukan KPK dalam sebuah laptop yang disita dari ruangan Banggar. Dari temuan itu, tertulis ada aliran dana kepada inisial K satu sebesar Rp300 miliar dan empat K lainnya sebesar Rp250 miliar.
Kemudian kepada inisial P yang jumlahnya ada empat yang nilainya lebih kecil. Setelah dijumlah nilainya sama dengan angka anggaran yang seharusnya diterima oleh 126 daerah. Tetapi, data itu dihapuskan.
Nurhayati menduga inisial K tersebut adalah Ketua DPR dan empat Wakil Ketua DPR. Sedangkan, inisial P merujuk pada empat Pimpinan Banggar.
"Saya hanya membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik saksi Nando yang merupakan Tenaga Ahli (TA) Banggar. Jadi, KPK menemukan laptop dalam penggeledahan di ruang banggar. Kemudian, KPK meminta Nando menjelaskan," ungkap Nurhayati.
Walaupun, lanjut Nurhayati, Nando sempat berusaha mengecoh dengan berbohong, yaitu mengatakan inisial K mengacu pada kordinator. Namun, secara jumlah tidak mungkin karena lebih besar dari Pimpinan Banggar. Sehingga, dipastikan mengacu pada Pimpinan DPR.
Sebelumnya, Nurhayati menuding Ketua DPR Marzuki Alie menerima jatah Rp300 miliar dari proyek DPID sebesar Rp7,7 triliun.
"Berdasarkan data saudara Nando yang merupakan tenaga ahli Badan Anggaran (Banggar) DPR RI. Dia sebutkan bahwa kode K untuk Ketua DPR memiliki jatah Rp 300 miliar. Sedangkan, Wakil Ketua DPR dan Pimpinan Banggar mendapat Rp 250 miliar perorang," kata Nurhayati seusai mendengarkan dakwaan jaksa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/6).
Sementara itu, salah satu penasihat hukum Nurhayati, Wa Ode Nur Zaenab meminta supaya Ketua DPR Marzuki Alie dihadirkan sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Menurut Zaenab, Marzuki Alie turut berperan dalam kasus yang menimpa politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
"Kami mau hadirkan Marzuki Alie karena perkara ini bermula saat Marzuki meminta PPATK bongkar rekening Wa Ode dan itu melanggar hukum, melanggar undang-undang," kata Zaenab.
Oleh karena itu, lanjut Zaenab, kliennya sejak awal merasa telah menjadi bagian dari skenario ketika menyuarakan satu sistem yang harus diperbaiki.
"Sistem ini disuarakan tidak benar, bos-bos atau petinggi-petinggi ini yang bermain," ujar Zaenab.
Wa Ode Nurhayati terancam pidana selama 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp10 miliar. Sebab, ia dianggap menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul atas harta kekayaannya sebesar Rp50.595.979.593,77 di rekening no.102-00-0551613-0 Bank Mandiri KCP Jakarta DPR RI.
Adapun, pada kesempatan terpisah, Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan siap bersumpah atas nama Tuhan dan berani sumpah pocong terhadap tudingan Wa Ode itu.''(din/jar)
JAKARTA - BAROMETER RAKYAT NEWS: Terdakwa kasus penerimaan hadiah terkait alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) Wa Ode Nurhayati kembali mengungkapkan fakta mencengangkan seputar kasus yang disangkakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia menuding sedikitnya Rp1,2 triliun dari anggaran DPID sebesar Rp7,7 triliun mengalir ke Pimpinan DPR dan Pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR.
"Jumlahnya Rp1,2 triliun sekian (yang mengalir ke Pimpinan DPR dan Banggar) sesuai dengan jumlah anggaran yang hilang, yaitu yang 126 daerah. Jadi dari 126 daerah anggaran yang hilang itu kan Rp1,2 triliun lebih. Nah uang itu yang dibagi-bagi. Jadi tidak hilang di saya ya," kata Wa Ode Nurhayati di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (19/6).
Menurut Nurhayati, hal itu diketahui dari data yang ditemukan KPK dalam sebuah laptop yang disita dari ruangan Banggar. Dari temuan itu, tertulis ada aliran dana kepada inisial K satu sebesar Rp300 miliar dan empat K lainnya sebesar Rp250 miliar.
Kemudian kepada inisial P yang jumlahnya ada empat yang nilainya lebih kecil. Setelah dijumlah nilainya sama dengan angka anggaran yang seharusnya diterima oleh 126 daerah. Tetapi, data itu dihapuskan.
Nurhayati menduga inisial K tersebut adalah Ketua DPR dan empat Wakil Ketua DPR. Sedangkan, inisial P merujuk pada empat Pimpinan Banggar.
"Saya hanya membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik saksi Nando yang merupakan Tenaga Ahli (TA) Banggar. Jadi, KPK menemukan laptop dalam penggeledahan di ruang banggar. Kemudian, KPK meminta Nando menjelaskan," ungkap Nurhayati.
Walaupun, lanjut Nurhayati, Nando sempat berusaha mengecoh dengan berbohong, yaitu mengatakan inisial K mengacu pada kordinator. Namun, secara jumlah tidak mungkin karena lebih besar dari Pimpinan Banggar. Sehingga, dipastikan mengacu pada Pimpinan DPR.
Sebelumnya, Nurhayati menuding Ketua DPR Marzuki Alie menerima jatah Rp300 miliar dari proyek DPID sebesar Rp7,7 triliun.
"Berdasarkan data saudara Nando yang merupakan tenaga ahli Badan Anggaran (Banggar) DPR RI. Dia sebutkan bahwa kode K untuk Ketua DPR memiliki jatah Rp 300 miliar. Sedangkan, Wakil Ketua DPR dan Pimpinan Banggar mendapat Rp 250 miliar perorang," kata Nurhayati seusai mendengarkan dakwaan jaksa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/6).
Sementara itu, salah satu penasihat hukum Nurhayati, Wa Ode Nur Zaenab meminta supaya Ketua DPR Marzuki Alie dihadirkan sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Menurut Zaenab, Marzuki Alie turut berperan dalam kasus yang menimpa politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
"Kami mau hadirkan Marzuki Alie karena perkara ini bermula saat Marzuki meminta PPATK bongkar rekening Wa Ode dan itu melanggar hukum, melanggar undang-undang," kata Zaenab.
Oleh karena itu, lanjut Zaenab, kliennya sejak awal merasa telah menjadi bagian dari skenario ketika menyuarakan satu sistem yang harus diperbaiki.
"Sistem ini disuarakan tidak benar, bos-bos atau petinggi-petinggi ini yang bermain," ujar Zaenab.
Wa Ode Nurhayati terancam pidana selama 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp10 miliar. Sebab, ia dianggap menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul atas harta kekayaannya sebesar Rp50.595.979.593,77 di rekening no.102-00-0551613-0 Bank Mandiri KCP Jakarta DPR RI.
Adapun, pada kesempatan terpisah, Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan siap bersumpah atas nama Tuhan dan berani sumpah pocong terhadap tudingan Wa Ode itu.''(din/jar)
0 komentar:
Posting Komentar